Random Post

Sunan Padang Aran dan Syeh Domba


Kisah ini adalah lanjutan dari kisah Ki Ageng Padang Aran dengan Sunan Kalijaga. Hari masih Pagi buta sebelum subuh, Ki Ageng Padang Aran (Sunan Bayat) meninggalkan Istana diikuti istrinya dari belakang.
Dalam perjalanan ke Jabalkat Padang Aran selalu berjalan di depan dan istrinya Nyi Ageng Kaliwungu jauh di belakang. Kota Semarang semakin jauh, ditengah perjalanan Padang Aran dicegat dua perampok. Dengan keras dan sifatnya yg kasar mereka berteriak ; "Hai tuan.... Berhenti sebentar. Serahkan semua bekalmu...!" Padang Aran menjawab : "Aku tak membawa apa-apa. Kalau kalian ingin harta, ambilah tongkat gading yg dibawa seorang wanita dibelakang didalamnya ada perhiasan dan berlian tapi jangan sekali-kali kalian mencelakainya karena dia Istriku ambil saja tongkatnya dan segeralah pergi. Tak lama kemudian lewatlah Nyi Ageng dengan membawa tongkat gadingnya, Dan perampok itu segera merebut tongkat gadis yg berisi perhiasan itu. Nyi Ageng menangis sambil menyusul Ki Ageng Padang Aran.

Karena sifatnya yg serakah perampok itu tidak puas dengan hasil rampasanya. Perampok itu ingin minta bekal yg dibawa Padang Aran; bahkan kalau tidak diberi akan di bunuhnya. Padang Aram berkata ; "Wong Salah kok isih Tega temen". (Orang salah kok masih tega). Kata-kata Salah Tega kemudian sampai sekarang menjadi nama kota SALA TIGA. Kemudian Ki Ageng berujar "Keterlaluan kau ini tindakanmu mengendus seperti Domba saja" , Seketika itu kepala dari sambang dalan nama dari salah satu perampok berubah wujud menjadi Domba. Mengetahui wajahnya menjadi domba Sambang dalan menangis dan menyesali atas perbuatanya dan berjanji akan mengabdi pada Ki Ageng Padang Aran. Sejak itulah beliau dijuluki Syeh Domba.
Konon perampok lainnya hanya rebah ketakutan ( Jawa : Ngewel) dan kepalanya berubah menjadi Ular, dan sejak itu beliau dinamai Syeh Kewel. Kedua-duanya menjadi santri setia bersama Padang Aran.

Perjalanan Ki Ageng dengan istrinya dan muridnya sangat jauh meninggalkan kota Semarang, namun Ki Ageng tetap tegap berjalan namun Nyi Ageng sudah loyo dan diikuti muridnya. Pada siang hari yg panas terik Ki Ageng berjalan tiada hirauan apa-apa, perjalanan Nyi Ageng tertinggal jauh; Lalu Nyi Ageng berkata" Karo bojo mbok Ojo Lali ...."(Jangan lupa sama istri) Nah sampai sekarang kota ini diberi nama BOYOLALI.

Kini perjalanan mereka telah sampai di suatu desa yg tidak jauh dari Jabalkat. Rombongan Ki Ageng melihat seorang perempuan tua yg membawa beras berjalan setengah berlari karena melihat rombongan Ki Ageng berjalan mengikutinya ; kemudian Ki Ageng bertanya : " Tunggu Nyai, kami cuma ingin bertanya dimanakah Jabalkat itu ?" Jawab perempuan itu : "Kurang lebih sepuluh kilo ke arah timur".
Kemudian Ki Ageng bertanya lagi "Apa yg kamu bawa itu Nyai?" perempuan itu menjawab bohong : "Namung wedi gusti" (Cuma pasir tuan) karena takut kalau bawaanya akan dirampok. Setelah rombongan Ki Ageng berlalu; perempuan itu merasa beras yg digendongnya terasa semakin berat, kemudian ia melihat bahwa beras itu sudah menjadi Pasir ; maka menyesallah ia karena mengetahui kejadian itu. Kemudian desa itu sampai sekarang telah menjadi Kecamatan, Namanya tetap kec. Wedi, yg menjadi wilayah Kabupaten Klaten.

Setelah meningalkan desa Wedi dan Jiwo hanya beberapa ratus meter sudah menginjak kaki gunung Jabalkat. Setelah sampai segera Ki Ageng naik ke atas gunung, setelah sampai di puncak Ki Ageng terdiam lama menunggu Sunan Kalijaga .; lalu Ki Ageng meminta petunjuk kepada Allah dan sesaat itu terlihatlah sosok tubuh serba hitam yg tak lain Sunan Kalijaga.
Mulai saat itu Ki Ageng tinggal di Jabalkat dan mendirikan Masjid di puncak Gunung, setiap Jum'at Legi ada Pasebokan / Saserahan ; dengan adanya pengajian ini rakyat sekitar merasa diberi Pepadang / Penerangan. Maka rakyat sekitar mengenalnya dengan sebutan Ki Ageng Padang Aran, yg berarti Orang yang memberi Pepadang ; dan sekarang diberi nama desa Paseban.
Karena Padang Aran tekun dalam menjalani Agama, beliau diberi gelar Pangeran Tembayat / Sunan Bayat oleh Sunan Kalijaga.

Bagaimana kisah Syeh Domba dan Syeh Kewel ...? Mereka tetap setia kepada gurunya, mereka diberi tugas untuk mengisi Padasan (Tempat air wudlu); walau tugas itu sangat berat karena harus naik turun gunung untuk membawa air namun mereka tetap tabah dan tawakal, hingga pada suatu saat Sunan Kalijaga menanyakan pada Padang Aran, "Kedua muridmu itu apakah memang kambing dan ular, atau manusia?"
Sunan Padang Aran menjawab, "Sebenarnya mereka manusi juga." Usai berkata begitu, anehnya wujud Domba dan ular tadi kembali seperti manusia lagi. Alangkah bahagianya bekas perampok tadi.
Kini Syeh Domba dan Syeh Kewel semakin mantap berguru kepada Sunan Bayat, hinga wafatnya. Syeh Kewel dikubur di makam Sentana di desa Penengahan, sedangkan Syeh Domba di makamkan di Gunung Cakaran.

 
INFO
Terpaksa Blog Ini Saya Gunakan Anti Klik Kanan.
Untuk Copy Silahkan Menggunakan CTRL + C Untuk Open New Tab CTRL + Klik.
Terimakasih Atas Perhatiannya, dan Mohon Maaf Atas Ketidak Nyamanannya.
close