Bahasa dinilai menjadi kendala memasyarakatkan wayang, terutama untuk  kalangan generasi muda. Perlu langkah terobosan mengembangkan wayang.
Menurut Solichin, Ketua Umum Sena Wangi, saat ini anak muda cenderung tak mengenal lagi bahasa ibunya. Orang Jawa tak bisa berbahasa Jawa, demikian pula orang Sunda dan etnis lain. ”Ini menyulitkan wayang untuk berkembang,” katanya, akhir pekan lalu. Beberapa wayang yang nyaris punah, antara lain, wayang Palembang, wayang Banjar, dan wayang beber.
Sena  Wangi merupakan organisasi budaya yang melestarikan dan mengembangkan  wayang di seluruh Indonesia. Setidaknya lebih dari 100 jenis wayang  tumbuh dan berkembang di negeri ini.
Dari sisi sumber daya  manusia, kata Solichin, kesenian wayang tak kekurangan. Banyak bibit  muda yang mendalami kesenian wayang sebagai dalang, pemain gamelan, dan  perajin wayang. Asman Budi Prayitno, Ketua II Persatuan Pedalangan  Indonesia, mengungkapkan, banyak anak kecil dan remaja yang menekuni  wayang.
Banyak upaya mendekatkan wayang dengan generasi muda,  salah satunya melalui Festival Wayang Indonesia dan Festival Dalang  Bocah. Tahun ini Festival Wayang Indonesia diadakan 15-17 Juli dan 19-22  Oktober, sedangkan Festival Dalang Bocah pada 21-23 Juli. Keduanya di  Jakarta.
Banyak kreasi wayang diciptakan lebih modern. Salah  satunya mengemas wayang dengan teknologi canggih, menyatukan wayang  dengan komedi, dan membuat pertunjukan murni berbahasa Indonesia.
Upaya  mengembangkan wayang, lanjut Solichin, tak bisa instan. Misalnya  memaksakan pemakaian bahasa Indonesia pada seluruh pertunjukan wayang.  Cara itu menyebabkan kesenian wayang kehilangan ”rasa” sehingga tak  menarik lagi.
”Biarkan bahasa wayang berkembang melalui proses  akulturasi,” katanya. Dalam sejarahnya, bahasa wayang menggunakan bahasa  campur, seperti wayang kulit purwa.
Bila pemerintah ingin  mengembangkan wayang, dapat dengan mengajarkan bahasa daerah di sekolah.  Tak perlu memasukkan wayang sebagai pendidikan khusus di sekolah. (IND)

